Langsung ke konten utama

Scribo Ergo Sum



Untuk menghalau semua kegilaan dan perasaan ingin menyakiti diri sendiri, maka dari itu aku menulis. Scribo Ergo Sum. Aku menulis, maka aku ada.


(i)


Pagi yang cukup tenang, namun rupanya di dalam sangat gempar. Segala terpaan sana-sini mendadak mengacau-balaukan kepingan kewarasan yang susah payah aku kumpulkan kemarin. Sumber gempa sangat dekat sekali. Aku ingin menghindar tapi berkali ditarik medan magnet luar biasa. Katanya hakikat manusia itu bebas. Dari sini, aku mencoba mendefinisikan ulang esensi kebebasan. Dengan tangan yang diborgol, kaki satu yang diikat, tak akan ku biarkan mereka membelenggu pikiranku. Ah, tapi demikian, secepat kilat ambisiku dicurinya. Sial.


(ii)


Aku lelah dengan tekanan terus menerus ke pusat jantung. Rasanya batinku sakit tak karuan. Mereka tidak bisa mengerti rasanya. Kemana lagi aku harus mengadu?


Kemudian datang terang, lebih cepat dari woosh! Aku bergerak tak menentu. Sejak awal aku tak tahu ke mana langkah kakiku akan melaju. Semua dalam diriku terpaksa dipangkas habis tak tersisa. Apa esensi kebebasan itu? Tapi setidaknya aku masih dengan bebas menari di dunia aksara, tempat satu-satunya kebebasanku mengudara.


(iii)


Menulis adalah senjata satu-satunya yang ku punya. Mengembara di dunia aksara tidak pernah membuatku kecewa. 


Dunia aksara, selalu dekat denganku. Bersemayam di batas antara sadar dan tak sadar, satu-satunya pelarianku, tempat ku bebas dan merdeka dari segala nanar realitas.


(iv)


Lalu, bom waktu itu meledak tiba-tiba, tidak bisa ku cegah. Seluruh ke-tidak-percayaan-diriku tersingkap dan tumpah ke mana-mana. Seharusnya ini kututup rapat saja, tapi rupanya hatiku sudah tak kuat menahan gusar yang berkali ku tekan masuk. 


Lalu, tak sadar aku menyakitiku, menyakitimu, menyakitinya, menyakiti siapapun yang kutemui saat bom waktu meledak, demi untuk keselamatanku sendiri. Jahat dan egois sekali, aku. 


Lalu, yang harusnya berlalu saja, tidak bisa ku biarkan berlalu. Maka aku menulis untuk membiarkannya berlalu. Tidak tahu setelah aku membiarkan pikiranku mengudara apalagi yang tersisa.


(v)


Selalu begitu, gemuruh di dadaku selalu datang menggebu. Sama halnya seperti senang dan pilu. Datang silih berganti. Aku ditikam di nadi lagi.


Pagi damai selalu menjadi angan bagiku, karena nyatanya pagi hanya menyingkap nanarku dan menertawaiku dengan seburat bengis. 


Detik jam yang seolah diam mengolok-olok tangisku. Lukaku menganga kembali satu per satu.


Ku pinjam waktu pada si kalut yang mulai menggerogoti kepala. 


“Sedetik saja izinkan aku waras,” ujarku memelas.


Kamu di mana kata-kata? Aku berkali mengejar dan mencoba menapaki dunia aksara lagi hanya demi mengejar secercah damai. 


Tapi damai tidak ada di selasar pagi. Ia masih absen sepanjang siang ini. Aku meringkuk dan menangis lagi.


(vi)


Akhir pekan selalu menjadi waktu untuk kontemplasi karena biasanya terpaan tsunami kerap datang tanpa basa-basi.


Hasratmu padanya enggan terbenam di petang hari. Aku gelagapan dan hampir mati. Tersayat ombak dan bernanah lagi. 


Habis gelap tak jua terang. Luka ku kian meradang.


Aku masih menulis. Sebagai upaya mereda pilu dan pelipur tangis.


-vic

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HALO!!

Ini adalah posting pertamaku di blog, Aku akan berbagi cerita tentang keseharianku sama kalian semua. Aku baru saja ulangan tengah semester, sempet deg.deg-an sich tapi Alhamdulillah nilai-nya diatas KKM semua.. Oh iya!!! aku sekarang sekolah di SMPN 1 klari kelas 7E.. kelasku ini sering dijuluki kelas "EDAN" soalnya anak-anak-nya gila semua termasuk aku ini he..he..he!!! SMP-ku ini termasuk SMP favorit loh!!!! soalnya standar-nya udah Internsional .. hebat khan? ternyata di SMP itu beda banget ya sama di SD, di sana kita harus benar-benar disiplin!! Segitu dulu ya perkenalan aku, nanti disambung dengan cerita-cerita seru dari aku. see you all!

After the days full of storm

The storm has raged for many days, battering us with its relentless winds and waves. But now, let us pause—take a moment to rest and thank God for seeing us through. We’re still here, still standing strong, still holding on. The storm could not tear us apart, and for that, I am deeply grateful. I thank God for everything—for the chance to walk this ferocious road together, hand in hand. Our ship still sails, though battered, refusing to sink.     Compromise—this is what we’ve learned and continue to learn. It’s not easy, but we try, recognizing that we are only human, prone to mistakes and imperfections. We’ve seen each other’s flaws, yet we choose to stay, to keep learning and growing together.   It’s through compromise, honest communication, and keeping a cool head that we’ve found ways to rethink our own inclinations. We’ve carried scars, both old and new, but we’re committed to healing them. Healing is not a destination but a journey, and as we walk this path, we...

A Letter To The Lover of Yours

       "Danke~"      Said Gemma, a man with the most sincere pale smile in a worn jeans jacket to the lady across the street. Of course the lady does not see him, other than because the sky had turned dark and the streets are full of vehicles passing by, she is now in the embrace of another man. this man wearing a neat shirt. The kind of office employees who work in prestigious office buildings.  they look into each other's eyes like a lovebirds who just fell in love.     H is thoughts drifted to 2 years ago. This city remains the same, the streets that always busy with vehicles, the row of shops that never empty of visitors, also the city's atmosphere that always perfectly; neither too hot nor too cold.  The difference is he used to grasp his girl, but now it has turned into a shadow of emptiness. Long emptiness and longings are his 24/7 company. But if the fate has been written, what can humans do? Like it or not, he had...