Hi long time no see. Akhirnya gua punya waktu juga buat nulis di blog ini, sekedar menumpahkan segala isi kepala...
Mungkin sebagian besar rakyat Indonesia pada sekitar awal April kemarin dihebohkan oleh sebuah film yang mampu menelanjangi sederet tokoh-tokoh politik Negeri ini. Bahkan kedua calon presiden Indonesia pun sukses dibuka topengnya oleh film ini, sampai banyak yang mengatakan bahwa film ini adalah sebuah kampanye golput. Pasalnya, intisari dari film ini memuat pesan bahwa siapa saja yang nantinya akan memimpin Indonesia, tidak 100% bersih dan terlibat atas eksploitasi alam yang dampaknya menelan korban dan menyengsarakan rakyat kecil. Ditambah oleh kehadirannya yang berjarak saat minggu tenang kampanye, semakin menjadi dilema yang dipikul ditahun politik ini.
Film yang berdurasi sejam lebih garapan Watchdoc ini sukses menuai pro kontra ditengah kehadirannya. Bagi yang gatau, jadi intinya film ini menyoroti tentang bagaimana realitas tersembunyi "kejam" nya bahan baku listrik yang kita nikmati dirumah-rumah kita, dikantor dan segala tempat adalah hasil dari ratusan korban jiwa dan kesengsaraan rakyat disekitar tambang batu bara juga PLTU. Film ini juga menyoroti korban-korban kekejaman tambang batu bara dan PLTU.
Bagi kalian-kalian yang swing voter atau bagi elu-elu yang golput film ini sangat bisa menjadi alasan paling rasional kenapa galau atau berpandangan golput. Tapi sebenarnya menurut gua, pesan dari film ini bukan sekedar hanya mengkampanyekan golput, bahkan lebih dari itu. Film ini mengarahkan otak kita untuk tidak terlalu naif memilih calon pemimpin, karena se fanatik-fanatiknya, sepolos-polosnya, semanis-manis janji-janjinya, rakyat kecil selalu tidak akan pernah menang melawan penguasa. Kita akan selalu tertindas. Supremasi hukum cuma jadi bualan belaka yang dijadikan narasi saat kampanye dan kemudian berlalu hilang entah kemana. Kita jangan naif pun terlalu fanatik menganggap calon-calon pemimpin kita ini bersih sebersih-bersihnya. Jangan pula menurut gua jadi apatis dan "jijik" dengan hiruk pikuk politik, kita tetap harus bisa memilah dengan akal yang rasional pula. Karena suara kita selaku rakyat juga perlu, untuk mengawasi pemerintahan, mengoreksi dan bahkan memberi aspirasi guna kemaslahatan rakyat. Intinya jangan terlalu naif aja.
Gua pribadi pun dateng ke tps buat milih salah satu calon presiden kemarin, soal siapa yang gua pilih, rahasia lahh. Pokonya gua pilih salah satu calon presiden yang sekiranya mungkin gua anggap paling baik versi gua.
Gua pribadi pun dateng ke tps buat milih salah satu calon presiden kemarin, soal siapa yang gua pilih, rahasia lahh. Pokonya gua pilih salah satu calon presiden yang sekiranya mungkin gua anggap paling baik versi gua.
Jadi sebenernya kesengsaraan rakyat sekitar PLTU dan tambang batu bara, juga kerusakan alam itu salah siapa? siapa yang mesti bertanggung jawab. Gua rasa ini salah kita semua sebagai bangsa Indonesia yang menikmati listrik, yang memaki-maki PLN kalo mati listrik, yang nonton Sexy Killer dan menggerutu menyalahkan pihak-pihak pemerintahan yang terlibat, yang nonton sexy killer via hp sambil di cas, dibawah pendingin ruangan sambil menyalakan lampu. Pokonya salah kita semua. Kita ga bisa munafik kalau kita semua perlu listrik dan sangat bergantung pada listrik Kita sama bersalahnya sama pejabat-pejabat yang mempunyai tambabng batu bara itu, atau aparat pemerintah yang mengizinkan perusahaan batu bara itu beroperasi, kita semua berdosa atas sengsaranya rakyat sekitar tambang batu bara dan PLTU serta kita semua jadi belati yang perlahan membunuh ekosistem alam sekitar. Kita semua adalah SEXY KILLER.
Jadi solusinya apa? menurut gua gaada, kita sama-sama ga berdaya, baik rakyat kecil atau penguasa. Kita sama-sama butuh asupan listrik. Ya, mau gamau kalau maksa solusi mulai benahi dari diri sendiri dan lingkungan sekitar untuk hemat listrik. Jangan samanya jadi manusia hipokrit. Mungkin di masa depan akan datang sebuah mukjizat yang berisi solusi atas polemik ini, mungkin...
Komentar
Posting Komentar