Gusar sehabis gempa belum juga mereda, sudah tertimpa tangga lagi. Seluruhku sudah hampir habis digerogoti musim, tidak tahu akan beregenerasi cepat atau lambat. Hanya mampu berjalan terseok lemah pada bentangan rute yang sudah dituliskan, pelan dan tak pasti. Aku sudah lama berkorban, tapi mungkin pengorbananku belum dianggap purna. Karena rupa keikhlasan sejati belum utuh kupahami. Nyatanya berat sekali membagi tanpa tapi, aku masih harus remedial lagi. Percaya pada sesuatu yang abstrak dan tanpa rupa itu sulit sekali. Aku harus menghapus mindset transaksional bagi-membagi. Memangkas semua ambisi dan egoisme diri. Meluaskan lagi definisi ‘cukup’ dan ‘berbesar hati’. Meski nyaris runtuh, tapi pundakku tak boleh menyentuh tanah; setidaknya itu yang harus ku perlihatkan pada mata-mata yang menaruh harap. Tapi sekali ini saja, izinkan aku meloloskan air mata yang tak terbendung sejadi-jadinya dalam hening tengah hari. Kiranya semesta memaklumi. -vic
Welcome! Now you can see what's inside my mind. Writing will always be my self-defense, my medium. When the tongue can't form words, I find solace and joy in putting thoughts into writing, crafting a sanctuary where emotions dance on the pages. I believe that words have the ability to connect, inspire, and heal. So, welcome to the gallery of my mind, where every word is a stroke of the brush in the masterpiece of life.